Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah
Islamiyah
Ukhuwah yang
biasa diartikan sebagai “persaudaraan”, terambil dari akar kata yang pada
mulanya berarti “memperhatikan”. Makna asal ini memberi kesan bahwa
persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Masyarakat
Muslim mengenal istilah Ukhuwah Islamiyah. Istilah ini perlu didudukan
maknanya, agar bahasan kita tentang ukhuwah tidak mengalami kerancauan. Untuk
itu, terlebih dahulu perlu dilakukan tinjauan kebahasaan untuk menetapkan kedudukan
kata Islamiyah dalam istilah diatas. Selama ini ada kesan bahwa istilah
teresebut bermakna “persaudaraan yang dijalin oleh sesama muslim”, atau dengan
kata lain , kata “islamiyah” dujadikan sebagai pelaku ukhuwah itu.
Pemahaman ini
kurang tepat. Kata Islamiyah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah lebih tepat
dipahami sebagai adjektiva, sehingga ukhuwah islamiyah berarti “persaudaraan
yang bersifat islami atau yang diajarkan oleh Islam”. Paling tidak ada dua
alasan untuk mendukung pendapat ini. Pertama, Al-Qur’an dan Hadits
memperkenalkan bermacam-macam persaudaraan. Kedua, karena alasan kebahasaan. Di
dalam bahasa arab, kata sifat selalu harus disesuaikan dengan kata yang
disifatinya. Jika yang disifati berbentuk indefinitif maupun feminin, maka kata
sifatnya pun harus demikian. Ini terlihat secara jelas pada saat kita berkata
“ukhuwah Islamiyah dan Al-Ukhuwah Al-Islamiyah”.
Kata ukhuwah
berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun shalihan”,
(Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al
Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan
ikatan aqidah.
Di atas telah
dikemukakan arti ukhuwah Islamiyah, yakni ukhuwah yang bersifat Islami atau
yang diajarkan oleh Islam. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang
menyinggung masalah ukhuwah Islamiyah dan dapat kita simpulkan bahwa di dalam
kitab suci ini memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan:
1) Ukhuwah
‘ubudiyah atau saudara kesemahlukan dan kesetundukan kepada Allah.
2) Ukhuwah
Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara,
karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah Saw. juga
menekankan lewat sabda beliau,
كونو عباد الله اخوانا (رواه ابخاري عن
ابي هريرة)
Jadilah kalian
hamba Allah yang bersaudara.
العبادة كلهم اخوة
Hamba-hamba
Allah semuanya bersaudara
3) Ukhuwah
wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4) Ukhuwah fi
din Al-Islam, persaudaraan antarsesama Muslim. Rasulullah Saw. bersabda,
انتم اصحابي اخوانناالدين ياتون بعدى
Kalian adalah
sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah (wafat)-ku.
C. Hakekat
Ukhuwah Islamiyah
1.Nikmat Allah
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali
Imron:103)
2. Perumpamaan
tali tasbih
اْلأَخِلآءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ
Artinya:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang
lain kecuali orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S.Az-Zukhruf :67)
3. Merupakan
arahan Rabbani
َأَلّوَفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَافِي اْلأَرْضِ جَمِيعًا مَّآأَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Dan
Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-Anfal:63)
4. Merupakan cermin
kekuatan iman
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat”. (Q.S. Al-hujurat:10)
Abu Hurairah
r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan
kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di
hari kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong
seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim).
Ta’awun adalah
saling membantu tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.D.
Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
1. Memberitahukan
kecintaan kepada yang kita cintai
Hadits yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang
berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu di depannya.
Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasullah.’
Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah memberitahukan kepadanya?’ Orang
tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan
kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘
Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu
menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”
2. Memohon
didoakan bila berpisah“Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari
kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R.
Muslim)
3. Menunjukkan
kegembiraan dan senyuman bila berjumpa“Janganlah engkau meremehkan kebaikan
(apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu
maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)
4. Berjabat
tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)“Tidak ada dua orang mukmin yang
berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum
berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)
5. Sering
bersilaturahmi (mengunjungi saudara).
6. Memberikan
hadiah pada waktu-waktu tertentu.
7. Memperhatikan
saudaranya dan membantu keperluannya.
8. Memenuhi hak
ukhuwah saudaranya.
9. Mengucapkan
selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan.
E. Manfaat
Ukhuwah Islamiyah
1) Merasakan
lezatnya iman.
2) Mendapatkan
perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi).
3) Mendapatkan
tempat khusus di surga.
Di antara
unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling
rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad,
benci, dengki, dan bersih dari sebab-sebab permusuhan. Al-Qur’an menganggap
permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas
orang0orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya.
Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14:
وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمُ اللهُ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Artinya: “Dan
diantara orang-orang yang mengatakan:"Sesungguhnya kami orang-orang
Nasrani", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka
(sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan
dengannya; maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian sampai
hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu
mereka kerjakan”.
Ada lagi derajat
(tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada dan cinta, Yaitu itsar. Itsar
adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam
segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela
haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela
bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru
dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar cinta
dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara
sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan
perbedaan unsur, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga
tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda
dalam harta dan kedudukan.
Perjuangan Islam
tidak akan tegak tanpa adanya ukhuwah islamiyah.Islam menjadikan persaudaraan
dalam islam dan iman sebagai dasar bagi aktifitas perjuangan untuk menegakkan
agama Allah di muka bumi. Ukhuwah islamiyah akan melahirkan rasa kesatuan dan
menenangkan hati manusia. Banyak persaudaraan lain yang bukan karena islam dan
persaudaraan itu tidak akan kuat dikalangan umat dewasa ini terjadi disebabkan
mereka tidak memenuhi persyaratan ukhuwah, yaitu kurangnya mendekatkan diri
kepada Allah dengan ibadah yang bersungguh-sungguh. Sebagaimana firman Allah
SWT:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”.(Q.s.
Al-Hujrat:10)
يَسْأَلُونَكَ عَنِ اْلأَنفَالِ قُلِ اْلأَنفَالُ للهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُوا اللهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنَكُمْ وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah:"Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu
bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan diantara sesamamu, dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang
beriman".(Q.S. Al-Anfal:1)
Oleh karena itu
untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses
terbentuknya ukhuwah Islamiyah antara lain :
1. Melaksanakan
proses Ta’aruf
ِيَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Ta’aruf adalah
saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin merupakan
wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT . Adanya interaksi dapat membuat
ukhuwah lebih solid dan kekal. Persaudaraan Islam yang dijalin oleh Allah SWT
merupakan ikatan terkuat yang tiada tandingannya, Perpecahan mengenal karakter
individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan),
seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan,
pendidikan, dan lain sebagainya. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan
pemikiran (Fikriyyan). Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan terhadap
suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola yang dikagumi dan diikuti,
dan lain sebagainya. Pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan)
yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah
laku. Setiap manusia tentunya punya keunikan dan kekhasan sendiri yang
memepengaruhi kejiwaannya. Proses ukuhuwah islamiyah akan terganggu apabila tidak
mengenal karakter kejiwaan ini.
2. Melaksanakan
proses Tafahum
Tafahum adalah
saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar
bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena
pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Saling
memahami adalah kunci ukhuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak akan
berjalan. Proses ta’aruf (pengenalan) dapat deprogram namun proses tafahum
dapat dilakukan secara alami bersamaan dgn berjalannya ukhuwah. Dengan saling
memahami maka setiap individu akan mudah mengatahui kekuatan dan kelemahannya
dan menerima perbedaan. Dari sini akan lahirlah ta’awun (saling tolong
menolong) dalam persaudaraan. Ukhuwah tidak dapat berjalan apabila seseorang
selalu ingin dipahami dan tidak berusaha memahami org lain. Saling memahami
keadaan dilakukan dgn cara penyatuan hati, pikiran dan amal. Allah-lah yang
menyatukan hati manusia.
3. Melakukan
At-Ta’aawun
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتُحِلُّوا شَعَائِرَ اللهِ وَلاَ الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلاَ الْهَدْىَ وَلاَ الْقَلاَئِدَ وَلآَءَآمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Hai
kehormatan bulan-bulan Haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) menggganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Rabbnya
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya
(kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S.
Al-maidah:2)
Bila saling
memahami sudah lahir, maka timbullah rasa ta’awun. Ta’awun dapat dilakukan
dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati),
dan aman (saling bantu membantu). Saling membantu dalan kebaikan adalah
kebahagiaan tersendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi
dan butuh bantuan orang lain. Kebersamaan akan bernilai bila kita mengadakan saling
Bantu membantu.
4. Melaksanakan
proses Takaful
yang muncul
setelah proses ta’awun berjalan. Rasa sedih dansenang diselesaikan bersama.
Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak kisah dan hadits Nabi
SAW dan para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti ketika
seorang sahabat kehausan dan memberikan jatah airnya kepada sahabat lainnya
yang merintih kehausan juga, namun setelah diberi, air itu diberikan lagi
kepada sahabat yang lain, terus begitu hingga semua mati dalam kondisi
kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dirinya
(itsar). Inlah cirri utama dari ukhuwah islamiyah.
Seperti sabda
Nabi SAW: “Tidak beriman seseorang diantaramu hingga kamu mencintainya seperti
kamu mencintai dirimu sendiri”. (HR. Bukhari-Muslim).
Betapa indah
ukhuwah islamiyah yang diajarkan Allah SWT. Bila umat islam melakukannya,
tentunya terasa lebih manis rasa iman di hati dan terasa indah hidup dalam
kebersamaan. Kesatuan barisan dan umat berarti bersatu fikrah atau pemikiran
dan tujuan tanpa menghilangkan perbedaan dalam karakter (kejiwaan). Inilah
kekuatan Islam. Mari kita mulai dari diri kita, keluarga, masyarakat dekat
untuk menjalin persaudaraan Islam ini.
F. Merakit Ulang
Ukhuwah Islamiyah Yang Hampir Hilang
Ukhuwah atau
persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas ketaatan seseorang
terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga sekaligus merupakan salah satu
kekuatan perekat sosial untuk memperkokoh kebersamaan. Fenomena kebersamaan ini
dalam banyak hal dapat memberikan inspirasi solidaritas sehingga tidak ada lagi
jurang yang dapat memisahkan silaturahmi di antara umat manusia sebagai mahluk
sosial yang dianugrahi kesempurnaan. Meskipun demikian, dalam perjalanan
sejarahnya, bangunan kebersamaan ini seringkali terganggu oleh godaan-godaan
kepentingan yang dapat merusak keutuhan komunikasi dan bahkan mengundang sikap
dan prilaku yang saling berseberangan.
Karena itu,
semangat ukhuwah ini secara sederhana dapat terlihat dari ada atau tidak adanya
sikap saling memahami untuk menumbuhkan interaksi dan komunikasi. Ukhuwah
Islamiyah sendiri menunjukkan jalan yang dapat ditempuh untuk membangun
komunikasi di satu sisi, dan di sisi lain, ia juga memberikan semangat baru
untuk sekaligus melaksanakan ajaran sesuai dengan petunjuk al-Qur'an serta
teladan dari para Nabi dan Rasul-Nya.
Sekurang-sekurangnya
ada dua pernyataan Nabi SAW, yang menggambarkan persaudaraan yang Islami.
Pertama, persaudaraan Islam itu mengisyaratkan wujud tertentu yang
dipersonifikasikan ke dalam sosok jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari
anggota badan itu sakit, maka anggota lainnya pun turut merasakan sakit. Kedua,
persaudaraan Islam itu juga mengilustrasikan wujud bangunan yang kuat, yang
antara masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi
untuk memperkuat dan memperkokoh.
Ilustrasi
pertama menunjukkan pentingnya unsur solidaritas dan kepedulian dalam upaya
merakit bangunan ukhuwah menurut pandangan Islam. Sebab Islam menempatkan
setiap individu dalam posisi yang sama. Masing-masing memiliki kelebihan,
lengkap dengan segala kekurangannya. Sehingga untuk menciptakan wujud yang
utuh, diperlukan kebersamaan untuk dapat saling melengkapi. Sedangkan ilustrasi
berikutnya menunjukkan adanya faktor usaha saling tolong menolong, saling
menjaga, saling membela dan saling melindungi. Pernyataan al-Qur'an: Innama
al-mu'minuuna ikhwatun (sesungguhnya orang-orang mu'min itu bersaudara)
memberikan kesan bahwa orang mu'min itu memang mestinya bersaudara. Sehingga
jika sewaktu-waktu ditemukan kenyataan yang tidak bersaudara, atau adanya
usaha-usaha untuk merusak persaudaraan, atau bahkan mungkin adanya suasana yang
membuat orang enggan bersaudara, maka ia berarti bukan lagi seorang mu'min.
sebab penggunaan kata "innama" dalam bahasa Arab menunjukkan pada
pengertian "hany saja”.
Tuntutan
normatif seperti tertuang dalam al-Qur'an di atas memang seringkali tidak
menunjukkan kenyataan yang diinginkan. Kesenjangan ini terjadi, antara lain,
sebagai akibat dari semakin memudarnya penghayatan terhadap pesan-pesan Tuhan
khususnya berkaitan dengan tuntutan membina persaudaraan. Bahkan, lebih celaka
lagi apabila umat mulai berani memelihara penyakit ambivalensi sikap: antara
pengetahuan yang memadai tentang al-Qur'an di satu sisi, dengan kecenderungan
menolak pesan-pesan yang terkandung di dalamnya di sisi lain, hanya karena
terdesak tuntutan pragmatis, khususnya menyangkut kepentingan sosial, politik
ataupun ekonomi. Karena itu, bukan hal yang mustahil, jika seorang pemuka agama
sekalipun, rela meruntuhkan tatanan ukhuwah hanya karena pertimbangan
kepentingan-kepentingan primordial.
Karena tarik
menarik antara berbagai kepentingan itulah, sejarah umat Islam selain diwarnai
sejumlah prestasi yang cukup membanggakan, juga diwarnai oleh sejumlah konflik
yang tidak kurang memprihatinkan. Nilai-nilai ukhuwah tidak lagi menjadi dasar
dalam melakukan interaksi sosial dalam bangunan masyarakat tempat hidupnya
sehari-hari. Konflik yang bersumber pada masalah-masalah yang tidak prinsip
menurut ajaran, dapat membongkar bangunan kebersamaan dalam seluruh tatanan
kehidupannya.
Perbedaan
interprestasi tentang imamah pada akhir periode kepemimpinan shahabat,
misalnya, telah berakibat pada runtuhnya kebesaran peradaban Islam yang telah
lama dirintis bersama. Lalu sejarah itu pun berlanjut, seolah ada keharusan
suatu generasi untuk mewarisi tradisi konflik yang mewarnai generasi
sebelumnya. Akhirnya, nuansa kekuasaan pada masa-masa berikutnya hampir selalu
diwarnai oleh politik "balas dendam" yang tidak pernah berujung.
Al-Qur'an memang
memberikan peluang kepada ummat manusia untuk bersilang pendapat dan berbeda
pendirian. Tetapi al-Qur'an sendiri sangat mengutuk percekcokan dan
pertengkaran. Interprestasi terhadap ayat-ayat yang mujmal (umum), pemaknaan
terhadap keterikatan sesuatu ayat dengan asbab al-Nuzul, atau sesuatu hadits
dengan asbab wurud-nya, seringkali melahirkan adanya sejumlah perbedaan.
Lebih-lebih jika perbedaan itu telah memasuki wilayah ijtihadiyah
Dalil-dalil
dzanny yang biasa menjadi rujukan beramal memang memiliki potensi untuk
melahirkan perbedaan. Tetapi perbedaan itu sendiri seharusnya dapat melahirkan
hikmah, baik dalam bentuk kompetisi positif, mempertajam daya kritis, maupun
dalam membangun semangat mencari tahu sesuai dengan anjuran memperbanyak ilmu.
Sayangnya, dalam kenyataan, perbedaan itu justru seringkali melahirkan
hancurnya nilai-nilai ukhuwah, hanya karena ketidaksiapan untuk memahami cara
berpikir yang lain, atau karena keengganan menerima perbedaan sebagai buah
egoisme yang tidak sehat.
Dan, yang lebih
celaka lagi, apabila potensi konflik itu telah dipengaruhi variabel-variabel
politik dan ekonomi seperti apa yang saat ini tengah dialami oleh bangsa kita
yang semakin lelah ini. Ikatan agama telah pudar oleh kepentingan kekuasaan.
Kehangatan persaudaraan pun semakin menipis karena desakan-desakan materialisme
ataupun kepentingan primordialisme. Perbedaan paham politik sangat potensial
untuk melahirkan suasana ketidakakraban yang cenderung membawa kepada suasana
batin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah. Demikian juga perbedaan tingkah
kekayaan sering melahirkan kecemburuan yang juga sangat potensial untuk
mengundang suasana bathin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah. Subhanallah,
ukhuwah kini telah menjadi barang antik yang sulit dinikmati secara bebas dan
terbuka. Karena ukhuwah memang hanya akan dapat terwujud apabila masyarakat
sudah mampu memiliki dan menghayati prinsip-prinsip tasamuh (toleransi),
sekaligus terbuka untuk melakukan tausiyah (saling mengingatkan).
G. Islam dan
Kepedulian Sosial
Rasululullah
bersabda : “Belum beriman seseorang itu sebelum ia mencita saudara nya seperti
mencitai dirinya sendiri.
Hadis ini shahih
dan cukup populer di kalangan kau muslimin umum sekalipun. Yang subtansif pada
hadis ini adalah mengaitkan iman dengan masalah sikap hati –dalam hal ini−
mencintai orang lain selain dirinya. Mencintai orang itupun ditentukan bobotnya
oleh Rasulullah yaitu sama dengan mencintai diri sendiri. Rasanya ini sangat
berat dan sulit dilaksanakan, namun jika iman itu benar−benar ada dan hidup
dalam jiwa maka yang berat dan sulit itupun sangat bisa terealisir.
Konsep
kepedulian sosial dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas . Bila diperhatikan
dengan seksama, dengan sangat mudah ditemui dan untuk saya mengatakan bahwa
masalah kepedulian sosial dalam Islam terdapat dalam bidang akidah dan keimanan
, tertuang jelas dalam syari’ah serta jadi tolak ukur dalam akhlak seorang
mukmin.
Begitu juga
Allah menghargai mereka yang melaksanakan amal sosial dalam kontek kepedulian
sosial tersebut sebagaimana juga Alah sangat mengecam mereka yang tidak
mempunyai rasa kepedulian sosial.
1. Dari Dimensi
Aqidah dan Keimanan
Iman kepada
Allah merupakan rukun utama dan pertama dalam Islam. Bagaimana implikasi kepada
Allah dijelaskan oleh Al−Quran dan hadis. Salah satunya berkaitan dengan
kepedulian sosial.antara lain, misalnya surah al−Anfal ayat 2-5:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ {4} كَمَآأَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِن بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ {5}
Artinya:
“Sesungguhnya orang−orang beriman itu hanyalah mereka yang jika disebut nama
Allah gemetar hatinya. (2) dan apabila dibacakan kepadanya bertambah
keimanannya (3) dan mereka bertawakkal kepadanya. (4) Mereka yang melaksanakan
sholat dan (5) menafkahkan sebagian harta yang diberikan kepada mereka…”
Jadi menafkahkan
sebagian harta (ayat:5) untuk orang lain termasuk indikasi atau ukuran bagi
keimanan sesorang dalam kehidupan ini.Hadis−hadis yang menekan hal ini cukup
banyak antara lain Siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat hendaklah
ia memuliakan tamu/tetangga.
Dalam Islam,
para pemberontak negara haru diperangi sampai habis total dan tuntas.Termasuk
disini adalah mereka yang tak mau bayar zakat.Artinya tidak mau bayar zakat
merupakan kesalahan besar di mata hukum Islam. Islam juga mewajibkan amar
makruf nahi mungkar yang kesemuanya terkait dengan hukum dan segala
konsekwensinya. Orang yang yang tidak memberi makan fakir miskin dapat terjerat
vonis pedusta agama.
2. Dimensi
Akhlak
Dalam Islam
seseorang dianggap mulia, jika ia memelihara anak yatim. Orang yang paling
disenangi Allah adalah mereka yang paling dermawan. Orang−oarang yang
berinfaq/bersedekah diberi ganjaran pahala sampai 70 x lipat. Dalam hadis
Rasulullah disebutkan bahwa Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba
tersebut membantu saudaranya. Pada hadis lain Rasulullah menyebutkan, bahwa
bakhil itu sifat tercela dan pemboros itu adalah kawan−kawan setan.
Jika dibahas
secara terinci, tentang kepedulian Islam terhadap masalah sosial maka kita akan
menemukan bahwa ternyata amal ibadah secara umum lebih banyak berurusan dengan
hamblum minannas ketimbang hablum minallah. Cuma kesemuanya itu harus dikunci
dengan prinsip utama.
0 Response to "Ukhuwah Islamiyah"
Posting Komentar